Persawahan |
Semenjak zaman awal kemerdekaan negara ini, mulai zaman
orde lama, orde baru sampai reformasi sekarang tidak ada yang berubah selalu
saja menjadi masalah. Mengapa lagi-lagi isu seperti ini yang terus
dilestarikan? Apakah untuk melenyapkan isu ini hanya sebuah harapan belaka?
Tidak perlu banyak diskusi jika hanya untuk saling mencari kesalahan terhadap
pihak-pihak tertentu saja. Segala macam persoalan di negara ini selalu tidak
sehat, ujung-ujungnya hanya soal politik dan politik.
Saya tidak ingin berkomentar banyak mengenai masalah
politik, bagi saya itu tidak dapat menjadi jawaban ataupun solusi bagi
ketahanan pangan nasional. Yang perlu saya tekankan, yaitu mengenai faktor apa
saja yang menyebabkan krisis ketahanan pangan nasional ini bisa terus berlanjut.
Membahas soal masalah tentunya dapat kita analogikan
sebagai sesuatu hal yang tidak sehat. Dalam hal ini kita perlu mendeskripsikan
hal-hal yang justru bertolakbelakang dengan keadaan krisis pangan yang sekarang
melanda negeri ini. Maksud saya sehat, yaitu kondisi ketahanan pangan nasional
yang baik serta mencukupi.
Dalam membahas persoalan ini, saya pernah melakukan
diskusi dengan seorang sarjana geografi dan lingkungan. Kami memulai
berdialektika untuk saling mencari sebab akibat dari keadaan-keadaan yang kami
pertanyakan. Menurutnya, krisis pangan nasional dapat menjadi ancaman utama
bagi negeri ini untuk masa yang akan datang, terutama ketika arus globalisasi
semakin berkembang. Kita perlu bertahan dari kerasnya persaingan global dalam
meraih kesejahteraan. Kesejahteraan yang dimaksud yaitu mengenai sistem
ketahanan pangan bagi suatu negara.
Kami tahu bahwa krisis ketahanan pangan nasional
merupakan masalah yang sangat serius. Ia memberikan beberapa solusi yang dapat
diterapkan untuk menangani krisis pangan tersebut. Menurutnya kita harus
memulainya dari pemberdayaan lahan pertanian yang sebanding dengan wilayah
hutan. Memang mudah jika hanya berkata-kata saja, yang saya pikirkan, jumlah
penduduk semakin banyak, penduduk membutuhkan lahan untuk tempat tinggal, lahan
kita terbatas. Dengan terbatasnya keadaan lahan dengan kebutuhan yang ada,
bagaimana cara kita untuk dapat membagi kedua kebutuhan tersebut? Apakah kita
harus mengorbankan salah satunya? Tidak mungkin jika kita mengorbankan salah
satunya, itu hanya akan menjadi “buah simalakama” saja.
Masalah yang selanjutnya mengenai regenerasi. Regenerasi
yang dimaksud yaitu petani. Petani kita sudah mulai dimakan oleh zaman, lalu
siapa yang akan menggantikannya jika mayoritas individu menginginkan menjadi
pegawai negeri? Kekhawatiran saya mengenai tidak adanya penerus petani di masa
yang akan datang mungkin saja bisa terjadi.
Saya memberikan sebuah prediksi, bagaimana jika keadaan
di masa yang akan datang semakin bertumpu pada teknologi bahkan robot? Bagaimana
jika peran petani digantikan oleh robot karena manusianya tidak ingin repot?
Bisa saja keadaan ini terjadi, tetapi apa dampaknya? Menurutnya keadaan seperti
ini tidak efektif. Karena tetap saja kita memerlukan keahlian seorang petani
untuk dapat menangani secara langsung. Secanggih apapun robot itu tetap saja
mereka robot, mereka tidak secanggih manusia.
Mengenai persoalan kessejahteraan petani juga menjadi
faktor lain dari kirsis pangan. Menurutnya faktor kesejahteraan ini juga dapat
menjadi pemicu munculnya stigma buruk terhadap para petani. Petani dianggap
sebagai profesi yang rendah dan tidak elegan katanya. Perlu adanya jaminan
kesejahteraan terhadap para petani, mungkin melalui subsidi juga pembelian
hasil panen oleh pemerintah dengan harga yang wajar.
Stigma buruk terhadap profesi petani juga dapat kita
bantah melalui ajakan kreatif. Seperti apa
ajakan kreatif tersebut? Ajakan
kreatif dapat melalui media dan seni, seperti komik, novel ataupun film.
Perhatikan apa yang menjadi kegemaran kaum muda saat ini, dari itu kita mulai
dapat berkreasi untuk mengajak mereka agar stigma buruk terhadap profesi petani
dapat hilang.
Semua penjabaran masalah ini tidak akan berarti tanpa
adanya tidak lanjut. Bukan dia, mereka atau kita, tetapi mulailah dari aku. Aku
yang harus mulai pertama kali untuk menjawab persoalan ini. Suka tidak suka,
mau atau tidak mau kita harus melakukannya karena kita sedang terancam.
0 komentar:
Post a Comment